♫Chip"ZCorner ~♫

-The Boy Who Like To Smile-




Peri gigi adalah peri yang datang mengunjungi anak-anak dan memberikan hadiah sebagai ganti dari gigi mereka yang tanggal. Setidaknya itulah yang dikatakan mitos di Barat sana. Tapi dalam kasus Derek Thompson (Dwayne Johnson) justru berbeda. Ia adalah 'peri gigi' yang sangat kejam dan ganas.

Derek adalah seorang pemain hoki es yang 'sadis' saat berada di arena. Beberapa kali ia membuat gigi lawannya rontok dan dari sanalah ia mendapat julukan tooth fairy atau peri gigi. Hidup Derek semula lancar-lancar saja sampai suatu saat ia membuat hati seorang anak kecil sedih karena ia dengan tanpa basa-basi mengatakan bahwa 'peri gigi' itu hanyalah dongeng dan tak pernah benar-benar ada.

Kejadian kecil itu ternyata berbuntut besar. Karena kesalahan ini Derek dihukum Tuhan untuk benar-benar menjadi peri gigi selama satu minggu penuh. Karena ia sekarang menjadi 'peri gigi' maka secara otomatis ia harus mengenakan baju balet dan membawa tongkat sihir sementara sayap pun mulai tumbuh di punggungnya.

Awalnya, hukuman ini sangatlah berat buat Derek yang kini menjadi 'peri gigi'. Tapi seiring waktu, Derek mulai terbiasa melakukan tugas ajaib ini. Dan seiring waktu pula Derek pun mulai menyadari bahwa dulu ia sempat punya harapan yang telah lama ia lupakan.

Dwayne Johnson dan Arnold Schwarzenegger bisa dibilang adalah dua aktor yang punya perjalanan karier nyaris sama. Bila Arnold mengawalinya sebagai atlet binaraga, Dwayne memulainya dari ring gulat bebas. Di awal kariernya pun kedua aktor ini sama-sama membintangi film laga. Jelas karena secara fisik keduanya memang lebih pantas bermain dalam genre ini. Kalaupun ada bedanya, Dwayne sepertinya lebih jeli dan cepat-cepat beralih ke genre komedi yang notabene lebih bisa diandalkan sampai tua.

Sampai saat ini tak kurang dari lima belas judul film layar lebar sudah dibintangi aktor kelahiran California ini. Sepanjang perjalanan karier di dunia film ini, kemampuan akting Dwayne mulai terasah meski untuk menyebutnya sebagai aktor andal sepertinya belum saatnya. Salah satu keunggulan Dwayne adalah 'kejujurannya' dalam berakting. Mungkin karena sudah terbiasa berakting saat menjadi pegulat, kamera sudah bukan barang menakutkan lagi buat Dwayne.

Dalam film ini, Dwayne harus beradu akting dengan Ashley Judd, Julie Andrews, dan Billy Crystal yang notabene lebih punya kemampuan akting dan sepertinya Dwayne masih cukup mampu mengejar ketinggalan. Sebenarnya bukan karena akting Dwayne yang bagus namun justru sebaliknya. Entah karena apa tapi Billy Crystal dan para pemain lain seolah tak bisa mengeluarkan kemampuan mereka sampai batas maksimal.

Ide cerita tak terlalu menonjol sementara chemistry antara Dwayne dan Ashley Judd sepertinya juga tidak terbangun. Akhirnya, film ini hanya jadi sekedar pengisi waktu bersama keluarga saja. Mungkin suatu saat nanti akting Dwayne akan bisa disejajarkan dengan para aktor lain. Itupun kalau ia tidak beralih karier ke dunia politik seperti Arnold Schwarzenegger.

Genre:Comedy/ Family
Release Date:January 22, 2010
Director:Michael Lembeck
Script:Lowell Ganz, Babaloo Mandel, Joshua Sternin, Jeffrey Ventimilia, Randi Mayem Singer
Producer:Jim Piddock, Jason Blum, Mark Ciardi, Gordon Gray
Distributor:20th Century Fox
Duration:-
Budget:-
Official Site:www.toothfairy-movie.com




Semakin hari perkembangan peradaban di bumi makin mengenaskan. Teknologi berkembang pesat sementara nilai-nilai luhur agama mulai terlupakan. Orang tak lagi melihat nilai agama itu sebagai sebuah nilai yang relevan. Teknologi modern telah menggantikannya. Tuhan pun memutuskan sudah saatnya bumi dibersihkan seperti jaman Nabi Nuh.

Tuhan lantas memerintahkan para malaikatnya untuk turun ke bumi dan memusnahkan seluruh umat manusia agar bumi bisa diselamatkan. Kehidupan baru akan menggantikan kehidupan lama yang sudah mengalami dekadensi dan tak lagi bisa diselamatkan. Dipimpin Gabriel (Kevin Durand) para malaikat pun turun untuk melaksanakan tugasnya, kecuali satu malaikat yang tak sependapat dengan Tuhan. Michael (Paul Bettany) menganggap umat manusia masih punya harapan.

Michael pun turun ke bumi, bukan untuk mengemban tugas dari Tuhan namun untuk menyelamatkan umat manusia. Satu-satunya harapan Michael adalah jika ia bisa menyelamatkan Charlie (Adrianne Palicki). Konon, Charlie sedang mengandung seorang bayi yang nantinya akan menjadi juru selamat bagi seluruh umat manusia.

Sia-sia. Ada banyak nama besar yang dipasang sebagai pemeran dalam film ini dan semuanya jadi sia-sia. Paul Bettany, Tyrese Gibson, dan Dennis Quaid seolah tidak punya ruang untuk memamerkan kemampuan mereka dalam seni peran. Tidak bisa disalahkan memang karena proyek ini sendiri memang tak terlalu menjanjikan.

Sebenarnya ide dasarnya tak terlalu beda dengan TERMINATOR walaupun di sini yang dijadikan latar belakang bukanlah kemajuan teknologi namun lebih bersifat religi. Memang tidak ada yang salah dengan mendaur ulang ide yang sudah ada. Selama naskah dikerjakan dengan baik, sutradara mampu mengarahkan sekaligus memberi ruang cukup buat para aktor dan aktris untuk mengeksploitasi kemampuan mereka, ide yang sederhana pun bisa jadi film yang bagus.

Masalahnya di sini adalah naskah yang kurang tergarap. Banyak celah dalam naskah yang membuat orang bertanya-tanya soal logis tidaknya cerita ini. Tidak semua film berlandaskan pada logika namun bila sang penulis naskah bisa membangun 'logika kecil' di dalam cerita itu sendiri dan mempertahankan keutuhannya maka logika itupun bisa diterima penonton. Selain itu, dialog yang harus diucapkan para pemerannya pun terasa janggal dan aneh. Dan itu sama sekali tidak membantu naskah yang memang sudah lemah.

Sepertinya Scott Stewart yang menjabat sebagai sutradara juga tak bisa berbuat banyak. Selain ia sendiri belum punya banyak pengalaman sebagai sutradara, naskah yang harus ia wujudkan ke dalam bentuk visual memang sudah tidak mendukung. Kalau sudah begini, rasanya benar juga yang dikatakan Harrison Ford saat berkomentar bahwa film-film sekarang banyak yang lemah di sisi naskah.(kpl/roc)

Genre:Action/ Thriller
Release Date:January 22, 2010
Director:Scott Stewart
Script:Peter Schink, Scott Stewart
Producer:David Lancaster, Michel Litvak
Distributor:Screen Gems
Duration:110 minutes
Budget:-
Official Site:www.legionmovie.com





Selama bertugas sebagai mata-mata CIA, Bob Ho (Jackie Chan) sering harus menghadapi tugas yang bisa dibilang mustahil diselesaikan. Berbekal semua pelajaran yang ia dapat selama pendidikan dan kecerdikannya, Bob selalu bisa menuntaskan misinya dengan baik. Namun Bob tak tahu kalau sebenarnya misi yang paling sulit justru akan ia hadapi setelah ia mundur dari CIA.

Karena sudah jenuh dengan tugasnya, Bob pun memutuskan untuk mengundurkan diri dan memulai hidup yang tenang. Bob ingin membina rumah tangga dengan Gillian (Amber Valletta), kekasihnya yang sangat ia cintai. Gillian pun sebenarnya sangat mencintai Bob tapi karena ia sudah memiliki tiga orang anak maka hal pertama yang harus dilakukan Bob adalah membuktikan kalau ia layak menjadi ayah tiri dari ketiga anak Gillian ini.

Suatu ketika Gillian harus pergi ke luar kota dan kesempatan ini dimanfaatkan Bob untuk mengambil hati ketiga anak Gillian. Bob menawarkan diri untuk menjaga ketiga anak Gillian selama Gillian pergi. Awalnya tugas ini saja sudah cukup berat apalagi ketika salah satu dari anak Gillian secara tidak sengaja men-download file rahasia mata-mata Rusia. Dalam waktu singkat para mata-mata Rusia pun berdatangan untuk mengambil file milik mereka.

Kini tugas Bob tidak hanya mengawasi ketiga anak Gillian namun juga harus melindungi ketiga anak ini dari ancaman para mata-mata Rusia yang tak kenal ampun. Tak ada pilihan. Bob hanya bisa melewati semua itu dengan selamat bila ia melibatkan anak-anak Gillian yang artinya ia harus membongkar identitas rahasianya sebagai mata-mata CIA.

Dari sisi tema, THE SPY NEXT DOOR punya kemiripan dengan film Vin Diesel yang berjudul THE PACIFIER. Kesamaan tema memang bukan sesuatu yang layak dipermasalahkan selama dalam penuangannya tak jadi terjebak pada alur kisah film yang lebih dulu muncul. Dalam kasus ini THE SPY NEXT DOOR masih bisa lolos karena tema itu dituangkan dengan cara lain.

Yang jadi masalah di sini sebenarnya adalah soal penyutradaraan. Sepertinya Brian Levant tak mampu mengarahkan para aktor dan aktris sehingga yang terjadi adalah akting yang tak memenuhi standar. Dalam kasus Jackie Chan dan Amber Valleta, chemistry di antara dua orang ini tak bisa muncul. Sepanjang kariernya, Jackie memang tak pernah tampil romantis dan sang sutradara sepertinya juga tak bisa mengarahkan aktor gaek ini untuk bisa romantis.

Dari sisi laga, tak ada yang baru di sini. Film-film Jackie Chan sebelumnya sudah bisa mewakili adegan laga dalam film ini walaupun di titik tertentu sepertinya Jackie sudah mulai terlalu tua untuk beraksi seperti dulu lagi. Untungnya masih ada beberapa momen yang cukup mampu memancing tawa meski di akhir kisah tak terbersit keinginan untuk menonton film ini lagi.

Genre :Action/ Comedy
Release Date :January 15, 2010
Director :Brian Levant
Script :Jonathan Bernstein, James Greer, Gregory Poirier
Producer :Robert Simonds
Distributor :Lionsgate
Duration :89 minutes
Budget :-
Official Site :www.thespynextdoorfilm.com








NEW DELHI, — India kini telah menjadi sasaran utama produsen dunia untuk membuat mobil-mobil dengan harga murah. Terakhir, menurut Society of Indian Automobile Manufacturer atau SIAM, Honda juga sudah siap menawarkan mobil penumpang jenis hatchback seharga Rs 4 lakh-Rs 4,5 lakh. Kalau dikonversi ke rupiah pada saat ini, harga itu antara Rp 80 juta dan Rp 90 juta.

Sampai diperkenalkan pada 10th New Delhi Auto Expo 2010 kemarin, belum ada spesifikasi detail tentang mobil tersebut. Namun, berdasarkan informasi umum, mobil baru ini berukuran lebih kecil dibanding Honda Jazz.

Kita di Indonesia boleh saja cemburu. Pasalnya, Honda bisa menawarkan harga mobil yang terjangkau bagi konsumen di India. Sementara itu, untuk memperoleh Honda Jazz terbaru, konsumen Indonesia harus mengeluarkan dana hampir Rp 200 juta. Sebagai pembanding, di India, harga Honda Jazz termurah sekitar Rp 140 juta.

India dan Thailand
Baik Honda maupun mitranya di India, Honda Siel India (HSI), belum memberi nama pada mobil kecil dengan rancangan yang benar-benar baru ini. Namun, saat diperkenalkan kemarin dijelaskan bahwa mobil ini akan diproduksi tahun depan di India dan Thailand.

Penampilan Honda baru ini sangat menarik. Foto yang dirilis Honda dan unit yang dipamerkan indentik. Mobil ini dipenuhi dengan konsep terkini, yaitu menggunakan lampu-lampu LED. Adapun grille merupakan pembaruan dari Honda Jazz.

Bentuk keseluruhan mirip konsep coupe, dengan bagian belakang atau pilar C dibuat sangat miring. Selain itu, ada garis-garis samping bodi yang membuat penampilan mobil kecil tampak sporty dan gaya.

Berdasarkan informasi yang beredar, mobil ini akan menggunakan mesin VTEC 1,0 liter atau mesin 1,2 liter. Di India, si kecil akan berhadapan dengan Hyundai i20 dan Suzuki (Maruti) Swift yang sudah lebih dulu mendapat tempat di hati konsumen India.

Produk khusus Honda ini dikembangkan secara bersamaan antara Honda Thailand dan India. Di India, Honda merakitnya di Greater Noida. Yang juga menarik, Honda Motors Jepang telah mengirim letter of intent (LOI) kepada para vendor di India, detail desain, mesin, dan spesifikasi mobil. Tujuannya agar Honda bisa mendapatkan pasokan komponen murah di India.

Dikatakan pula, Honda akan menggunakan pabrik mereka di Thailand dan India sebagai basis untuk memperoduksi mobil ini. Setelah itu, mobil diekspor ke negara-negara berkembang. Untuk itu, di India, Honda merekrut 30 insinyur sebagai tim riset dan pengembangan di Greter Noida.

Mereka selanjutnya akan bekerja sama dengan tim di Bangkok untuk mengembangkan mobil kecil tersebut. Di samping itu, mereka juga fokus menurunkan biaya pembuatan mobil dengan mengoptimalkan berbagai harga komponen.

resource:kompas.com


Lihat Trailer Lainnya


Naveen (Bruno Campos) adalah seorang pangeran dari negeri Maldonia yang dikutuk menjadi seekor katak oleh seorang penyihir jahat bernama Dr. Facilier (Keith David). Tak ada yang tahu bagaimana cara membalik kutukan ini dan mengubah Naveen kembali menjadi manusia tapi menurut dongeng jika ada seorang wanita yang mau mencium Naveen maka ia akan terbebas dari kutukan ini.

Naveen putus asa karena tak mungkin ia mendapatkan seorang wanita yang mau menciumnya yang kini berwujud seekor katak. Perjalanan Naveen akhirnya sampai ke New Orleans, tempat Tiana (Elizabeth M. Dampier) bekerja menjadi seorang pelayan di rumah makan. Naveen berusaha meyakinkan Tiana bahwa bila ia bersedia menciumnya maka ia akan berubah kembali menjadi seorang pangeran yang tampan.

Celakanya, kisah dalam dongeng tak selalu benar. Bukannya membebaskan Naveen dari kutukan, Tiana malah berubah menjadi katak juga. Kini tak ada pilihan lain buat mereka selain berusaha menemukan Mama Odie (Jenifer Lewis) yang konon memiliki ilmu sihir tinggi dan sanggup membantu mereka berdua.

Saat pertama kali melihat promosi yang dilakukan Disney, muncul keraguan pada masa depan film berjudul THE PRINCESS AND THE FROG. Bagaimana tidak, di tengah peralihan dunia animasi ke arah animasi 3 dimensi tiba-tiba saja Disney meluncurkan film animasi berformat tradisional seperti ini. Tapi ternyata justru di situlah kunci kesuksesan film arahan dua sutradara, Ron Clements dan John Musker ini.

Diperkenalkannya teknologi animasi tiga dimensi memang hanya menjanjikan satu hal saja, tampilan visual yang sangat realistik dan menarik dan inilah yang banyak menjebak para animator dan orang-orang di balik film animasi. Cerita, karakter dan dialog tak lagi jadi hal yang penting. Selama mereka bisa menampilkan adegan yang mampu membuat mata terbelalak maka selesai sudah tugas mereka.

Disney mencoba menunjukkan pada dunia kalau untuk membuat film animasi yang sukses tidak melulu harus bertumpu pada sisi visual saja karena masih banyak faktor lain yang bisa dibuat mendongkrak pamor sebuah film animasi. Diramu dalam pola cerita khas Disney dan dituangkan dalam bentuk naskah oleh tiga penulis yang tampaknya tahu benar bagaimana membuat dialog yang bisa menghidupkan gambar-gambar bergerak ini, hasilnya adalah sebuah tontonan yang menarik meski minus teknologi 3D.

Genre : Animation/ Musical
Release Date : December 11, 2009
Director : John Musker, Ron Clements
Script : John Musker, Ron Clements, Rob Edwards
Producer : Peter Del Vecho
Distributor : Walt Disney Pictures
Duration : 97 minutes
Official Site : http://disney.go.com/disneypictures/princessandthefrog


Komentar:Film Kartun Musical dengan rating yang cukup bagus di setiap forum ...hmmm Mengingat akhir2 ini banyak film kartun jadi bagi gw nih film ratingnya 7 aja PS:kalo gag ada waktu gag usah maksain nonton deh hehe....